Minggu, 01 Desember
2013 12:04 wib
Margaret Puspitarini -
Okezone
Foto: Muhsin Al Anas/UGM
JAKARTA - Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas
Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dinobatkan sebagai Mahasiswa Berprestasi
Peternakan Nasional. Dia adalah Muhsin Al Anas yang terpilih dalam Temu Ilmiah
Mahasiswa Peternakan se-Indonesia, beberapa waktu lalu.
Selain UGM, finalis kompetisi tersebut berasal dari beberapa kampus ternama lainnya. Sebut saja Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang, dan Universitas Islam Negeri Alaudin Makasar.
Menurut Muhsin, panitia memiliki kriteria tertentu dalam menentukan mahasiswa peternakan berprestasi di tingkat nasional. “Ada beberapa kriteria dalam seleksi kompetisi tersebut, antara lain karya tulis, kemampuan berbahasa Inggris, bakat, presentasi, dan kegiatan organisasi yang diikuti maupun prestasi yang pernah diraih,” tutur Muhsin, seperti dilansir oleh Okezone, Minggu (1/12/2013).
Muhsin menjelaskan, kompetisi tersebut mengangkat tema Swasembada Daging Sapi 2014. Setiap peserta diwajibkan membuat gagasan untuk mencapai atau merealisasikan program tersebut.
Pada kesempatan tersebut mengangkat tema tentang “Sertifikasi Lahan Peternakan.” Dalam karya tulisnya Muhsin menyampaikan, untuk mewujudkan swasembada daging sapi 2014 diperlukan kejelasan wilayah yang akan digunakan dalam usaha peternakan.
Setiap daerah, minimal kabupaten harus memiliki lahan atau daerah yang dijadikan basis peternakan sapi sehingga akses untuk mendapatkan ternak mudah dan populasi sapi dapat ditingkatkan. “Sertifikasi lahan tersebut juga ditujukan untuk mengurangi pembiayaan yang dikeluarkan pada transportasi untuk mendatangkan ternak,” tutur mantan Ketua BEM Fakultas Peternakan itu.
Dia berpendapat, mendatangkan ternak dari NTT ke Jawa dengan jarak tempuh yang jauh menyebabkan biaya pengangkutan menjadi mahal. Hal tersebut bisa terjadi karena infrastuktur yang belum mendukung.
Beda halnya dengan mendatangkan sapi dari Australia yang sistemnya sudah efisien dan efektif. Oleh karena itu dengan adanya program tersebut diharapkan tiap daerah bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan daging sapi.
Prestasi tersebut, kata Muhsin, merupakan persembahan bagi UGM. “Saya sangat bersyukur bisa memberikan yang terbaik untuk UGM. Setidaknya mengharumkan nama baik almamater yang telah mendidik saya,” tutup Muhsin. (ade)
Selain UGM, finalis kompetisi tersebut berasal dari beberapa kampus ternama lainnya. Sebut saja Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang, dan Universitas Islam Negeri Alaudin Makasar.
Menurut Muhsin, panitia memiliki kriteria tertentu dalam menentukan mahasiswa peternakan berprestasi di tingkat nasional. “Ada beberapa kriteria dalam seleksi kompetisi tersebut, antara lain karya tulis, kemampuan berbahasa Inggris, bakat, presentasi, dan kegiatan organisasi yang diikuti maupun prestasi yang pernah diraih,” tutur Muhsin, seperti dilansir oleh Okezone, Minggu (1/12/2013).
Muhsin menjelaskan, kompetisi tersebut mengangkat tema Swasembada Daging Sapi 2014. Setiap peserta diwajibkan membuat gagasan untuk mencapai atau merealisasikan program tersebut.
Pada kesempatan tersebut mengangkat tema tentang “Sertifikasi Lahan Peternakan.” Dalam karya tulisnya Muhsin menyampaikan, untuk mewujudkan swasembada daging sapi 2014 diperlukan kejelasan wilayah yang akan digunakan dalam usaha peternakan.
Setiap daerah, minimal kabupaten harus memiliki lahan atau daerah yang dijadikan basis peternakan sapi sehingga akses untuk mendapatkan ternak mudah dan populasi sapi dapat ditingkatkan. “Sertifikasi lahan tersebut juga ditujukan untuk mengurangi pembiayaan yang dikeluarkan pada transportasi untuk mendatangkan ternak,” tutur mantan Ketua BEM Fakultas Peternakan itu.
Dia berpendapat, mendatangkan ternak dari NTT ke Jawa dengan jarak tempuh yang jauh menyebabkan biaya pengangkutan menjadi mahal. Hal tersebut bisa terjadi karena infrastuktur yang belum mendukung.
Beda halnya dengan mendatangkan sapi dari Australia yang sistemnya sudah efisien dan efektif. Oleh karena itu dengan adanya program tersebut diharapkan tiap daerah bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan daging sapi.
Prestasi tersebut, kata Muhsin, merupakan persembahan bagi UGM. “Saya sangat bersyukur bisa memberikan yang terbaik untuk UGM. Setidaknya mengharumkan nama baik almamater yang telah mendidik saya,” tutup Muhsin. (ade)
0 komentar:
Posting Komentar